FILOSOFI HARI RAYA SARASWATI
Upacara yang
dilaksanakan oleh umat Hindu, khususnya di Bali memiliki nilai-nilai filosofis,
dan para generasi Hindu tidak henti-hentinya diarahkan untuk memahami filosofi
yang tersembunyi dibalik semua upacara tersebut. Sebab sesungguhnya
ajaran-ajaran agama Hindu lebih banyak disampaikan dalam bentuk upacara, yang
mana perlu terus dikupas untuk mendapatkan makna yang terkandung didalamnya.
Secara
etimologi, kata Saraswati sendiri berasal dari bahasa sansekerta yaitu dari
kata Saras yang berarti sesuatu yang mengalir, seperti air
ataupun ucapan. Sedangkan kata Wati berarti memiliki. Jadi kata
Saraswati berarti sesuatu yang terus mengalir, atau sebagai suatu ucapan yang
terus mengalir. Bagaikan ilmu pengetahuan yang tiada habis-habisnya untuk di
pelajari.
Sebuah kata
atau ucapan baru akan mempunyai makna lebih bilamana didasari oleh ilmu
pengetahuan. Sebab hanya ilmu pengetahuan (dalam arti luas) yang mampu menjadi
dasar bagi seseorang untuk memperoleh kebijaksanaan yang merupakan landasan
untuk mencapai suatu kebahagiaan lahir bhatin (Ananda).
Pada saat
pelaksanaan upacara hari raya Saraswati, umat Hindu di Bali khususnya merayakan
dengan menghaturkan upakara kepada tumpukan lontar-lontar dan kitab
sastra-sastra agama, serta buku-buku ilmu pengetahuan lain, sebagai wujud
syukur atas ilmu pengetahuan yang telah terbit menerangi kehidupan manusia.
Umat Hindu memandang Aksara sebagai lambang sthana Sang Hyang Aji Saraswati.
Aksara yang termuat dalam bentuk lontar ataupun buku-buku adalah serangkaian
huruf-huruf yang membentuk ilmu pengetahuan baik Apara Widya maupun Para Widya.
Apara widya
adalah segala pengetahuan yang mengetengahkan tentang ciptaan-ciptaan Tuhan
Yang Maha Esa, termasuk di dalamnya pengetahuan tentang keberadaan Bhuwana
agung dan Bhuwana alit.
Para Widya
adalah ilmu pengetahuan yang mengajarkan tetang hakekat Ketuhanan itu sendiri.
Di Bali dan di Indonesia pada umumnya tidak terdapat
pelinggih khusus untuk memuja Sang Hyang aji Saraswati. Gambar maupun patung Dewi
Saraswati yang kita kenal saat ini berasal dari India. Ada yang menggambarkan
Dewi Saraswati sedang duduk, ada pula yang menggambarkan Dewi Saraswati sedang
berdiri di atas seekor angsa dan bunga teratai. Pun ada yang melukiskan Beliau
berdiri di atas setangkai bunga teratai (Padma), dengan ditemani seekor angsa
dan merak yang berdiam di kedua sisinya atau mengapit Beliau. Perbedaan versi
tersebut bukanlah suatu masalah yang harus di permasalahkan atau di
perdebatkan. Namun yang terpenting adalah bagaimana kita memaknai simbol-simbol
yang ada untuk memperoleh sari-sari filosofis yang termuat di dalamnya.
Dewi Saraswati yang digambarkan sebagai seorang Dewi
yang cantik rupawan, dimaksudkan untuk menyatakan dan melambangkan bahwa ilmu
pengetahuan adalah sesuatu yang demikian menarik dan mengagumkan, sehingga
banyak yang tergila-gila untuk mengenalnya. Maka dari itu, seseorang yang
dipenuhi oleh ilmu pengetahuan akan memancarkan aura daya tarik yang luar
biasa, yang mampu menarik orang-orang di sekitarnya untuk mendekat. Dalam
Kekawin Niti sastra dikatakan bahwa : Orang yang tanpa ilmu pengetahuan,
amatlah tidak menarik, meskipun masih muda usia , berwajah tampan, dari
keturunan yang baik ataupun bangsawan, karena orang seperti itu ibarat bunga
teratai yang berwarna merah menyala namun tidak memiliki bau yang harum, yang
mampu menarik kumbang-kumbang untuk mendekat, tiadalah gunanya.
Cakepan atau
Lontar yang di bawa oleh Dewi Saraswati merupakan perlambang dari ilmu
pengetahuan.
Genitri/Japa Mala, melambangkan bahwa ilmu pengetahuan sesungguhnyalah sesuatu yang tiada akhirnya, tidak akan ada habis-habisnya untuk dipelajari, bagaikan putaran sebuah genitri/japamala yang tiada terputus.
Genitri/Japa Mala, melambangkan bahwa ilmu pengetahuan sesungguhnyalah sesuatu yang tiada akhirnya, tidak akan ada habis-habisnya untuk dipelajari, bagaikan putaran sebuah genitri/japamala yang tiada terputus.
Wina/Rebab
adalah sejenis alat musik yang suaranya amat merdu dan melankolis, sebagai
perlambang bahwa ilmu pengetahuan mengandung suatu keindahan dan nilai estetika
yang sangat tinggi.
Bunga
Padma/Teratai berdaun delapan adalah lambang dari pada Bhuwana Agung dan
Bhuwana Alit, sebagai sthana Tuhan Yang Maha Esa dengan Asteswarya-Nya,dan juga
merupakan lambang kesucian yang menjadi hakekat daripada ilmu pengetahuan.
Angsa adalah sejenis unggas yang dikatakan memiliki sifat-sifat kebaikan, kebersamaan dan kebijaksanaan. Mereka memiliki kemampuan untuk memilih makanannya, meskipun makanan itu bercampur dengan lumpur atau air kotor. Yang dimasukkan kedalam perutnya hanyalah makanan-makanan yang baik saja, sedangkan yang kotor dan merugikan disisihkannya. Demikianlah seseorang yang telah memahami hakekat kesujatian dari ilmu pengetahuan, akan dapat memilah-milah secara bijak hal-hal yang baik dan benar serta menyisihkan hal-hal yang buruk.
Burung Merak adalah perlambang suatu kewibawaan, sehingga seseorang telah memahami hakekat ilmu pengetahuan dengan baik dan benar akan memancarkan aura kewibawaan, disegani dan dihormati oleh masyarakat.
Angsa adalah sejenis unggas yang dikatakan memiliki sifat-sifat kebaikan, kebersamaan dan kebijaksanaan. Mereka memiliki kemampuan untuk memilih makanannya, meskipun makanan itu bercampur dengan lumpur atau air kotor. Yang dimasukkan kedalam perutnya hanyalah makanan-makanan yang baik saja, sedangkan yang kotor dan merugikan disisihkannya. Demikianlah seseorang yang telah memahami hakekat kesujatian dari ilmu pengetahuan, akan dapat memilah-milah secara bijak hal-hal yang baik dan benar serta menyisihkan hal-hal yang buruk.
Burung Merak adalah perlambang suatu kewibawaan, sehingga seseorang telah memahami hakekat ilmu pengetahuan dengan baik dan benar akan memancarkan aura kewibawaan, disegani dan dihormati oleh masyarakat.
Banten
Saraswati terdiri dari: daksina, beras wangi dilengkapi dengan air kumkuman
yang diaturkan pada pustaka-pustaka suci. Dalam banten Saraswati tersebut,
disertakan jaja cacalan (kue dari beras) yang berbentuk cecek (cicak
dalam bahasa Indonesia) sebagai simbol Saraswati. Ada beberapa pemikiran
tentang dipakainya cecek atau cicak. Kalangan arkeolog dan antropolog
memaknainya sebagai binatang yang punya daya magis, mampu menangkap getaran
alam, juga dianggap sebagai perwujudan dari leluhur. Kalangan peneliti bahasa
menganggapnya sebagai cecek atau dalam bahasa indonesianya titik, yang
merupakan akhir dari sebuah kalimat. Menurut kalangan ini, titik inilah yang
menjadi awal, dan tempat bertemunya titik-titik (tanpa putus) adalah pada
bilangan nol (lingkaran). Jadi di sini ditafsirkan bahwa binatang cicak/cecek
hanya berfungsi sebagai simbol untuk mengungkapkan sesuatu yang sempurna yang
tak berujung dan tak berakhir.
Proses upacara Saraswati ini di Bali
dikenal dengan istilah Ngelinggihang Dewi Saraswati atau Sang Hyang Aji Saraswati.
Kata ngelinggihang ini, bisa dipadankan dengan mempasupati atau juga memberi
jiwa pada pengetahuan atau sastra. Sementara kata Saraswati berasal dari akar
kata Sr yang berati mengalir. Jadi dalam hal ini, perayaan Saraswati bisa
dikatakan sebagai memberi jiwa (mempertajam kembali) sesuatu yang mengalir,
yang diidentikkan dengan pengetahuan atau sastra. Proses pemberian jiwa (penajaman
kembali) pengetahuan dan sastra ini di Bali lazim dilakukan dengan mengupacarai
pustaka-pustaka (lontar dan buku-buku).
Setelah banten saraswati dipersiapkan, selanjutnya
dilakukan nunas (memohon) Tirtha Saraswati dengan sarana: air, bija, menyan astanggi
dan bunga. Caranya sebagai berikut:
- Ambil setangkai bunga, pujakan
mantra: Om, puspa danta ya namah.
- Sesudahnya dimasukkan kedalam
sangku. Ambil menyan astanggi, dengan mantram “Om, agnir, jyotir, Om,
dupam samar payami”.
- Kemudian masukkan ke dalam pedupaan
(pasepan).
- Ambil beras kuning dengan
mantram : “Om, kung kumara wijaya Om phat”.
- Masukkan kedalam sesangku.
- Setangkai bunga dipegang,
memusti dengan anggaranasika, dengan mantram:
“Om, Saraswati namostu bhyam Warade
kama rupini Siddha rastu karaksami Siddhi bhawantu sadam”.
Artinya: Om, Dewi Saraswati yang mulia dan maha
indah,cantik dan maha mulia. Semoga kami dilindungi dengan
sesempurna-sempurnanya. Semoga kami selalu dilimpahi kekuatan.
“Om, Pranamya sarwa dewanca para
matma nama wanca. rupa siddhi myaham”.
Artinya: Om, kami selalu bersedia menerima restuMu ya
para Dewa dan Hyang Widhi, yang mempunyai tangan kuat. Saraswati yang berbadan
suci mulia.
“Om Padma patra wimalaksi padma
kesala warni nityam nama Saraswat”.
Artinya: Om, teratai yang tak ternoda, Padma yang
indah bercahaya. Dewi yang selalu indah bercahaya, kami selalu menjungjungMu
Saraswati.
- Sesudahnya bunga itu dimasukkan
kedalam sangku. Sekian mantram permohonan tirta Saraswati. Kalau
dengan mantram itu belum mungkin, maka dengan bahasa sendiripun tirta itu
dapat dimohon, terutama dengan tujuan mohon kekuatan dan kebijaksanaan,
kemampuan intelek, intuisi dan lain-lainnya.
- Setangkai bunga diambil untuk
memercikkan tirtha ke pustaka-pustaka dan banten-banten sebanyak 5 kali
masing-masing dengan mantram:
- Om, Saraswati sweta warna ya
namah.
- Om, Saraswati nila warna ya
namah.
- Om, Saraswati pita warna ya
namah.
- Om, Saraswati rakta warna ya
namah.
- Om, Saraswati wisma warna ya
namah.
- Kemudain dilakukan penghaturan
(ngayaban) banten-banten kehadapan Sang Hyang Aji
Saraswati
- Selanjutnya melakukan
persembahyangan 3 kali ditujukan ke hadapan :
- Sang Hyang Widhi (dalam
maniftestasinya sebagai Çiwa Raditya).
Om, adityo sya parajyote rakte tejo
namastute sweta pangkaja madyaste Baskara ya namo namah.
Om, rang ring sah Parama Çiwa Dityo
ya nama swaha
Artinya: Om, Tuhan Hyang Surya maha
bersinar-sinar merah yang utama. Putih laksana tunjung di tengah air, Çiwa
Raditya yang mulia.Om, Tuhan yang pada awal, tengah dan akhir selalu dipuja.
- Sang Hyang Widhi (dalam
manifestasinya sebagai Tri Purusa)
Om, Pancaksaram maha tirtham, Papakoti saha sranam
Agadam bhawa sagare. Om, nama Çiwaya.
Artinya: Om, Pancaksara Iaksana tirtha yang suci.
Jernih pelebur mala, beribu mala manusia olehnya. Hanyut olehnya ke laut lepas.
- Dewi Saraswati
Om, Saraswati namostu bhyam, Warade kama
rupini, Siddha rastu karaksami, Siddhi bhawantume sadam.
Artinya: Om Saraswati yang mulia indah, cantik dan
maha mulia, semoga kami dilindungi sesempurna-sempurnanya, semoga selalu kami
dilimpahi kekuatan.
Sesudah sembahyang dilakukan metirtha dengan cara-cara
dan mantram-mantram sebagai berikut :
Meketis 3 kali dengan mantram:
Om, Budha maha pawitra ya namah.
Om, Dharma maha tirtha ya namah.
Om, Sanghyang maha toya ya namah.
Om, Dharma maha tirtha ya namah.
Om, Sanghyang maha toya ya namah.
Minum 3 kali dengan mantram:
Om, Brahma pawaka.
Om, Wisnu mrtta.
Om, Içwara Jnana.
Om, Wisnu mrtta.
Om, Içwara Jnana.
Meraup 3 kali dengan mantram :
Om, Çiwa sampurna ya namah.
Om, Çiwa paripurna ya namah.
Om, Parama Çiwa suksma ya namah.
Om, Çiwa paripurna ya namah.
Om, Parama Çiwa suksma ya namah.
Demikianlah rangkaian upacara hari raya
saraswati, Sehari setelah hari raya Saraswati (Minggu) dirayakan
Banyupinaruh, ditandai dengan melakukan pembersihan ke sumber-sumber air
seperti laut atau mandi air kumkuman. Besoknya, dirangkaikan dengan Somaribek
(Senin), yang dimaknai dengan terpenuhinya segala kebutuhan pangan.
Saraswati
terdiri dari kata: Saras yang berarti sesuatu yang mengalir, dan “kecap” atau
ucapan. Wati berarti memiliki, mempunyai. Jadi, Saraswati berarti yang
mempunyai sifat, mengalir dan sebagai sumber ilmu pengetahuan dan
kebijaksanaan.
Istilah Yang Berhubungan dengan Saraswati:
- Dalam
ajaran Tri Murti menurut Agama Hindu, Sang Hyang Saraswati adalah Saktinya
Sang Hyang Brahman.
- Sang
Hyang Saraswati adalah Hyang Myangning Pangaweruh.
- Aksara
merupakan satu-satunya Lingga Stana Sang Hyang Saraswati.
- Odalan
Saraswati jatuh pada Hari Saniscara(Sabtu) Umanis, Wara Watugunung
merupakan hari pemujaan turunnya ilmu pengetahuan oleh umat Hindu.
Ethika dalam perayaan Hari Raya Saraswati:
- Pemujaan
Saraswati dilakukan sebelum tengah hari.
- Sebelum
perayaan Saraswati, tidak diperkenankan membaca atau menulis.
- Bagi
yang menjalankan “Brata Saraswati” tidak diperkenankan membaca dan menulis
selama 24 jam.
- Dalam
mempelajari segala “pangeweruh” selalu dilandasi dengan hati “Astiti”
kepada Hyang Saraswati, termasuk dalam hal merawat perpustakaan.
Upakara: Semua pustaka-pustaka keagamaan dan buku-buku
pengetahuan lainnya termasuk alat-alat pelajaran yang merupakan “Lingga Stana
Hyang Saraswati” dilakukan ditempat yang layak. Adapun Upacara/upakara Saraswati sekurang-kurangnya:
Banten Saraswati, Sodaan
Putih-Kuning dan canang selengkapnya. Tirta yang dipergunakan hanya tirta Saraswati, diperoleh dengan jalan memohon ke
hadapan Hyang Surya sekaligus merupakan tirta Saraswati, di tempat lingga
Saraswati masing-masing.
Pelaksanaan upacara Saraswati didahului dengan
menghaturkan penyucian, ngayabang aturan, muspa kemudian matirtha. Banyupinaruh (pina wruh) jatuh sehari setelah
hari raya Saraswati yaitu Redite Paing Sinta. Umat Hindu melakukan asuci
laksana (mandi,
keramas, dan berair kumkuman). Selanjutnya dihaturkan labaan nasi pradnyan,
jamu sad rasa dan air kumkuman. Setelah diaturkan pasucian/kumkuman labaan dan
jamu, dilanjutkan dengan nunas kumkuman, muspa, matirtha nunas jamu dan labaan
Saraswati/nasi pradnyan barulah upacara diakhiri.
Pedoman kepustakaan dalam hubunganya dengan Saraswati
antara lain:
- Tutur
Aji Saraswati
- Sundarigama
- Medangkemulan
- Purwaning
Wariga
Hari Raya
Saraswati dari Segi Tattwa, Susila dan Upacara
|
|
Banten
Saraswati yang lumrah dipergunakan pada Hari Suci Saraswati adalah dalam bentuk
Tamas yang kecil mungil dan sederhana.
Banten ini biasanya dihaturkan pada lontar-lontar yang ditaruh dalam sebuah 'Dulang'.
Begitu pula buku-buku bacaan pada hari itu dibantenin atau diupacarai. Tujuan
daripada penghormatan ini adalah untuk rnenrohon anugrah-Nya dalam pembawaannya
sebagai seorang Dewi yang amat cantik yaitu Dewi Saraswati. Yang menuntun
umat-Nya dari kegelapan menuju pada kecemerlangan.
Bahan-bahan
Banten Saraswati terdiri dari:
- Tamas
- Daun
Beringin
- Jajan
Cacalan yang berbentuk Cecak
- Ituk-ituk
- Bubur
Sumsum
- Daun
Cemara
- Pisang,
Tebu, Tape Gede
- Jajan Uli,
Begina
- Rerasmen
Wadah Celemik
- Sampian
Sesayut
- Penyeneng
Cenik
Cara
menatanya:
- Tamas diisi Pisang 2 bulih
dan tebu sibakan tugelan. Di tengah-tengahnya diisi tape gede.
Disusuni jajan Bagina dan jajan Uli.
- Di teben
diisi dengan Cemara, ituk-ituk diisi daun Beringin yang salah satu
daunnya sudah diisi bubur sumsum. Kemudian paling atas adalah jajan
Cacalan Saraswati yang berbentuk Cecak. Ditemani pula dengan Segehan
Kober.
- Setelah
itu ada pula Rerasmen ,kemudian setelah semuanya lengkap, diisi Penyeneng
dan Sampian Sesayut ukuran kecil.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar